Jumat, 20 Desember 2013

Seputih Pasir (Last Part)




     Jangan Pergi !
Kembalilah !
Kan ku serahkan seribu proposal untuk Tuhan
Ujarkan padanya bahwa ada gadis lemah disini
Yang mengharap dirimu kembali

Tetaplah disini
Aku tak ingin ini berakhir...

***

"Gue mau duduk disitu. Bantuin dong"

Yasmin tersenyum lalu mengangguk dan mendorong kursi roda yang diduduki Reno.
Pikirannya terlintas membuatnya flasback ke masa dimana Reno yang mengajarkan dia dan Rio caranya bermain basket. Tentang Reno yang selalu berkhayal ingin melebihi kemampuan kaede rukawa. Tokoh komik yang sering dibacanya. Tentang Reno yang menganggap dirinya adalah sang kapten Tsubasa yang hebat seperti yang sering ia tonton di televisi kartoon anak-anak.
Tentang Reno yang seringkali mengadakan lomba lari dadakan dan membiarkan rio dan dirinya kalah.
Tentang Reno yang...

Ya Tuhan, terlalu banyak tentang sahabatnya yang berlalu lalang di pikirannya sebelum osteosarcoma merenggut sebagian kebahagiaan dari sahabatnya..

Yasmin merasakan kegelisahan sahabatnya yang tengah menatap lirih tiang basket yang masih berdiri kokoh di tempatnya.

"Kenapa ren? Kangen tempat ini ya? Gue juga kangen"

Rio yang sedang duduk di samping reno tampak pandangannya menyapu seluruh yang ada di lapangan ini. Menghirup udara sore yang sepertinya sebentar lagi akan berganti menjadi malam yang gelap dan semu.

"Gue kangen basket"

lirih Reno begitu pelan. suasana yang sakinah sore ini membuat Yasmin dan Rio dapat mendengarkan suara lirih reno. mereka hanya menghela nafas berat. mengerti akan perasaan kerinduan yang Reno rasakan.

"Gue pengen main basket lagi, gue pengen main bola lagi, gue pengen bisa lari-lari lagi kayak dulu. gue benci hidup gue yang sekarang. gue benci diri gue yang lemah. gue benci kaki gue yang lumpuh. gue benci diri gue yang penyakitan ! lebih baik gue mati secepatnya !"

Suaranya parau dan bergetar. Ia menggigit bibir bawahnya. Ia pejamkan matanya. Mau tak mau air matanya mengalir deras. Ia tak peduli gelar pria yang melekat dalam dirinya. Ia merasa sangat rapuh saat ini. Lebih rapuh dari kapas sekalipun.

"Gue benci hidup"

Aksi menangisnya kali ini semakin melengkapi tubuh ringkihnya.

"Tapi dihidup Lo ada Sahabat yang mengharapkan semangatnya Reno.
Apa Lo juga benci sama Gue dan Rio?"

Suara yasmin bergetar. Sebagai seorang wanita. Air matanya sudah meluncur lebih deras. Hatinya mencelos di jurang keputus asa'an.

Sama halnya dengan Rio. Laki-laki yang daritadi terdiam ini lebih memilih bungkam. Tak meneteskan air mata. Tapi paling dapat merasakan bagaimana rapuhnya Reno. Dan jika Reno benci dengan hidup. Ia lebih benci dengan kematian. Kematian yang selalu mengintai hidup mati Sahabatnya.

Reno menunduk dalam. Pundaknya bergetar. Tanda ia masih setia dengan air matanya.

Beberapa menit lamanya mereka membiarkan keheningan menemani. Akhirnya Rio merasa risih. Ia tak suka hening seperti ini.

"Kalo Lo kangen basket, yaudah kita main aja. Tangan Lo masih bisa digerakin ini kan?"

Reno ragu. Matanya yang sayu dan sembab karena baru saja menghentikan laju air mata itu menatap lirih tiang basket itu lagi.
Ia bergeming sejenak.

"tapi..,"

belum sempat Reno beralasan. Rio sudah lebih dulu memotong ucapan Reno, "lakukan apa yang ingin lo lakukan sebelum keadaan dan waktu menghalangi apa yang mau Lo lakukan sekarang ini"

Reno tertegun sebentar. Bibir putihnya tertarik kesamping membentuk senyuman.

Rio benar, Gue ngga boleh mati sebelum bisa lolosin si orange ke ring itu dulu !

Yasmin ikut tersenyum. Ia mendorong kursi roda Reno ke tengah lapangan yang tidak cukup trrang karna baru tadi matahari tenggelam menyelesaikan tugasnya. Hanya ditemani lampu taman yang terangnya tak seberapa.

"nih bolanya"

Rio memindah alihkan si bola basket orange menjadi ke tangan Reno.

"ngga bisa lebih deket lagi nih jaraknya? Ini kejauhan kali Yo"

Rio berdecak. "masa sih jarak segini, kejauhan buat Reno yang katanya gak lebih dari kaede rukawa?"

"Lo pasti bisa Ren! Lo kan jagonya !"

Rio dan Yasmin tersenyum harap.
Perasaan mereka berkata bahwa jarak ini sebenarnya dekat. Mungkin karna sekarang Reno bertopang pada kursi roda?
Ah, itu tidak pengaruh. Reno tetap Reno si jagonya basket !
Mereka yakin itu.

Reno menghela nafas pendek. Ia mulai fokus pada ring basket di tiang itu. Bola di tangannya mulai ia putar perlahan. Rio tersenyum pasti. Yasmin tersenyum gelisah. Ia khawatir.

Dan Reno lempar bola itu dengan mulus dan masuk ke ring !

Rio dan Yasmin mendesah senang.

"Tuh kan ! Gue bilang juga apa? Kaede Rukawa tuh kalah sama Reno !"

"good job Ren !"

Reno diam saja. Tangannya sakit. Sakit sekali. Namun ia tetap pertahankan senyumnya. Kebahagiaannya mempunyai sahabat seperti Rio dan Yasmin selalu bisa membuatnya lupa dengan sakitnya.

Yang ia temukan hanya senyum dan bahagia..

***

Tersenyumlah
Selagi masih ada waktu tersisa
Tersenyumlah
Selagi masih ada yang harus kau perjuangkan
Tersenyumlah
Walau kau sedang berada di ujung jurang kegelapan
Tersenyumlah
Aku masih disini setia menunggu kau kembali

Dan Tersenyumlah..,
Sebelum bibir manismu tak dapat lagi mengucapkan
Aku cinta padamu...

***

'Kak Reno, terima kasih banyak sudah menyadarkanku apa itu arti cinta yang sesungguhnya. Aku tak tahu apa rasa ini benar-benar sudah melayang di hembus angin.. Atau masih betah menempati relung hatiku. Yang jelas aku sudah bisa sedikit demi sedikit mencintai kak Rio. Kaka yang membuatku mengerti makna Dicintai. Dicintai adalah posisi dimana kita harus belajar caranya tidak terluka dan belajar cara mencintai yang membuat aku bahagia. Aku bahagia. Bahagia karna Cinta. Makasih kak..,            -Nalin-'

Reno tersenyum puas. Membahagiakan orang lain sungguh membuat rasa takutnya akan kematian sedikit demi sedikit menghilang.

"surat dari siapa sih?" Rio meraih kertas di tangan Reno. Namun reno lebih cepat menjauhkan kertas itu dari rio.

"kepo.,"

Rio merengut, ia cemberut.

"Ren.., makan dulu ya !" yasmin yang tiba-tiba datang menyembul dari balik pintu itu menyodorkan napan yang diatasnya terdapat segelas air putih dan nasi goreng plus telor ceplok setengah matang. Aroma nasi goreng itu mempir ke hidung Reno. Jadilah Ia menatap nasi goreng itu penuh gairah.

Aromanya percis sama nasi goreng buatan bunda !

Gumam Reno dalam hati sambil tetap mengamati nasi goreng itu heran. Belum pernah ada yang tau resep nasi goreng milik Ibundanya itu.

Yasmin tersenyum manis. Ia taruh napan itu di pinggir kasur. "jangan heran begitu, dulu pas Bunda Lo masih ada. Pas dia masih tinggal di Indonesia. Gue sama bunda Lo sering masak bareng. Pas mamah kamu lagi bikin nasi goreng Gue cermati deh itu apa aja bahan-bahannya. Pas tau aku lagi liatin mamah Lo masak. Dia senyum dan nyuruh gue bantuin dia bikin nasi goreng. Sampe sekarang gue masih inget bunda Lo bikin nasi goreng gimana...,"

Yasmin malah cerita panjang lebar dan lancar layaknya penyiar radio yang sedang siaran. Men-flashback waktu dulu,
Reno tersenyum. Dan meraih piring nasi goreng itu. Kemudian dimakanlah persuap nasi goreng itu.
Senyumnya tak hilang. Sedang makan pun ia tetap menyunggingkan senyumnya.

Rio tertawa pelan, "pelan-pelan Ren makannya"

Yasmin terkekeh. "gimana nasi gorengnya? Maaf kalo ngga seenak buatan bunda Lo. Gue ngga jago masak"

Reno berhenti mengunyah sejenak, "nasi gorengnya enak. Ini nasi goreng terenak yang pernah gue makan setelah nasi goreng buatan bunda. Thanks yas !" reno tersenyum lagi penuh arti. Dan melanjutkan makannya lagi. Dada yasmin berdesir kencang melihat senyuman itu. Rasanya ia ingin hidupnya dikelilingi oleh senyuman yang dimiliki Reno. Indah !

Di tengah suasana itu, Tiba-tiba Reno menutup mulutnya. Perutnya mual sekali dan juga sakit.

"kenapa Ren?" nada bicara Rio menunjukan betapa khawatirnya dia.

"sakit..," aku Reno akhirnya. Ia meremas pelan perutnya dengan tangan kirinya. berharap sakit itu segera hilang. Tapi nyatanya? Tidak. Justru malah ada cairan kental berwarna merah pekat yang mengotori tangan kanannya. Muntah darah lagi.

Sontak saja mata Yasmin dan Rio membulat saat darah itu terlihat keluar lebih banyak lagi dari mulut Reno dan mengenai sedikit nasi goreng yang masih ada dipangkuan Reno.

"Astaga, Reno !" pekik Rio dan Yasmin bersamaan.

"Gue gak apa-apa" tangan Reno meraih tiga lembar tisu untuk membersihkan darah dimulutnya. Tangannya terasa begitu berat. Ia merasa berat tisu itu berkilo-kilo. Berat sekali. Ia kesusahan untuk menggunakan tangannya.

Sadar akan Yasmin langsung dengan sigap membersihkan darah di mulut Reno. Dan Rio membersihkan bagian Tangan Reno yang sudah di penuhi oleh darah segar.
Mereka tulus melakukan itu tanpa rasa jijik sedikitpun.
Seperti yang Rio bilang dulu.

Darah Lo darah kita juga !

Reno ingin menangis lagi mengingat kata-kata itu. Ia tak peduli ingin dicap sebagai lelaki cengeng sekalipun.

"Hhh.., cukup Yo, Yas ! Gue gak suka diperlakukan seperti orang lemah yang udah ngga berdaya kayak gini" suara serak Reno yang nampak berat dan sulit itu terdengar di tengah-tengah kesibukan Rio dan Yasmin membersihkan muntah darahnya.

"Lo emang ngga lemah Ren. Tapi kita yang lemah disini. Kita lebih lemah saat liat Lo sakit Ren..," Yasmin berujar tanpa mengalihkan sedikitpun tatapannya dari tisu-tisu penuh darah itu.

"udah bersih darahnya.Lo istirahat deh Ren." Rio menatap Reno yang sedang merintih sambil terisak pelan. Dahi sahabatnya itu berkerut. Menahan sakit yang sangat brutal mengoyahkan pertahanannya.

"Ini sangat sakit !"

Lirih Reno sangat pelan. Lebih seperti bisikan di tengah rintih kesakitannya.

Rio dan Yasmin meringis menyaksikan betapa kejamnya pnyakit itu menyiksa sahabatnya.

Reno membuka matanya. Ia mengangkat tangannya dengan susah payah. Bibir bawahnya ia gigit kuat-kuat. Rasanya ngilu sekali. Belum sempat tangannya terangkat sempurna hanya untuk menghapus air mata gadis itu. Ia merasa tangannya terjatuh. Samar-samar ia merasakan sentuhan tangannya yang berangsur-angsur kehilangan kepekaan.

"a..arrg..argghh !"

Rio dan Yasmin semakin meringis mendengar erangan parau Reno.

"Ya Tuhan," Kesadarannya ditarik perlahan. Sakit itu mulai memudar. Tmseluruh tubuhnya terasa ringan. Hanya nama itu yang terakhir kali ia ucap setelahnya hanya gelap yang ia temui.

***

Genggam tanganku
Peluk bayangku
Hangatkan tubuhku
Hapus air mataku
Sungguh Ku tahu
Hanya Kaulah yang mampu ...

***

"Jangan tinggalin gue yasmin, rio. Waktu gue ngga lama"

Tangan kurusnyanya yang dingin berwarna kusam pucat itu kembali menjadi bahan pelampiasan jarum infus oleh dokter.  pernafasannya pun dibantu oleh selang kecil panjang di hidungnya.
Tangan dan kakinya kini sudah bernasib sama. Bahkan hampir 90% tubuhnya tak peka terhadap rangsangan sekecil apapun.

"Terus berjuang, jangan pernah menyerah sampai kamu merasa benar-benar sudah lelah" suara yasmin bergetar serak. Air matanya hampir habis dan hanya isakan-isakan pilu yang terdengar dari gadis manis itu.

Ia mengelus-elus tangan Reno. Telapak tangan Reno ia biarkan untuk membasuh air mata di pipinya. Seandainya Reno dapat merasakan betapa lembutnya pipi sahabat perempuan yang mencintainya itu. Namun nihil ia tak dapat merasakan tangannya sendiri.

"kalian janji kalo gue udah lelah, kalian aka tetap berjuang. Untuk gue" ujar Reno. Suaranya sudah mulai memberat. Reno tahu bahwa ia sudah diikuti dengan sosok tak kasat mata yang menguntitnya sejak tadi. Ia tak tahu dia siapa. Tak tahu apa yang mau dilakukan sosok itu.

Dan yang Rio dan Yasmin tahu, sahabatnya itu bernafas dengan susah.

"Hhh.., banyak ya, hal yang udah kita lakukan bersama . Main basket, lomba lari, taruhan, saling gendong..," Reno menggantungkan kalimatnya. Ia berfikir lagi.

"berantem, lomba bikin istana pasir..,"

"rebutan tokoh kaede rukawa, saling kata-kataan, foto-foto dengan pose aneh"

Rio dan Yasmin menambahkan. Mereka berfikir lagi apa yang sudah dilakukan bersama selama ini.

"jatuh bareng"

"ngecomblangin"

"ketawa"

"dicuekin"

"tegang"

"bolak-balik ke rumah sakit"

"nangis bareng"

"sedih"

"takut"

"cemas"

"sakit"

Mereka menyebutkan satu persatu kegiatan yang dilukannya dari yang masa dulu sampai sekarang.
Ketiganya diam sejenak merasa tak ada yang harus disebutkan lagi. Atau malah terlalu banyak hal kenangan yang mereka lakukan.
Lalu ketinganya saling pandang dan tertawa pelan.

"Kalian bahagia kan selama ini?
Gue bahagia, bahagia banget..," suaranya semakin susah. Sekarang ia tampak seperti orang mengigau. Matanya terpejam. Tapi bibir pucatnya masih bergerak-gerak kecil. Dan terpaksa Yasmin dan Rio harus mengetahui apa yang Reno katakan dari gerakan bibir Reno.

"kita juga bahagia Ren..,"

"kita juga sayang sama Lo..,"

Dua orang itu merengkuh tubuh sahabatnya yang kini tidak lagi bergerak. Organ tubuhnya pun tak mau lagi berkerja untuk tubuh itu. Kini semuanya sudah berakhir.

Tuhan sudah mengambil lagi reno dari sahabat-sahabatnya.
Seberapa banyak pun mereka memberi proposal untuk Tuhan. Reno tetap tak akan dikembalikan.
Ia sudah menjadi milik Tuhan seutuhnya..

Sekarang tak ada alasan lagi bagi mereka untuk tidak menangis hebat.
Yasmin mengecup tangan Reno dan bibir basahnya tak henti mengatakan 'i love you reno' walau ia tahu takkan ada balasan apapun dari tubuh tak bernyawa itu ia kecup rambut itu. Ia harus hafal wangi rambut itu. Sebelum ia tak dapat lagi menciumnya.
Tubuh Rio merosot di samping ranjang Reno. Ia biarkan hati kecilnya meronta-ronta meminta Reno kembali. Air matanya pecah ruah.
Sosok tak kasat mata itu sudah menyelesaikan tugasnya..

Reno.. Dia Sudah pergi, kami dan dia sudah berbeda dunia
Dan tak ada lagi Reno di dunia ini.. Takkan ada lagi..

Berjanjilah wahai sahabatku

Bila kau tinggalkan aku
Tetaplah tersenyum

Meski hati sedih
dan menangis

Ku ingin kau tetap
tabah Menghadapinya

Bila kau harus pergi
Meninggalkan diriku

Jangan lupakan aku
Semoga dirimu disana
Kan baik-baik saja
Untuk selamanya

Disini aku kan selalu
Rindukan dirimu
Wahai sahabatku..

***

Dia pergi
Pergi meninggalkan kami
Tuhan telah membawanya
Dan takkan ia kembalikan kepada kami lagi
Kami yang menyayanginya
Kami yang mencintainya
Biarkan rindu melingkupi air mata kami
Kami belum siap kehilangan
Kami masih ingin melihat senyumnya
Menatap mata sayu nya
Menggenggam tangan hangatnya
Memeluk erat tubuhnya

Biarlah persahabatan kami menjadi butiran pasir putih..

Kecil..
namun indah bila ombak telah menampakan diri di atas putihnya pasir yang disebut sebagai kita..

Putihnya pasir menyimpan banyak cerita haru pilu yang tak lebih dari cerita laut yang menelan Kapal Titanic..

Putihnya pasir yang menyimpan banyak cerita kami..
Kisah peluh yang kami rintis bersama..

Dia begitu banyak meninggalkan kenangan..

Dan sekecil apapun kenangan itu
Seindah apapun kenangan itu
Seperih apapun kenangan yang kami lewati

Biarkan kenangan itu ku abadikan dalam buku catatan usang ini

Kan ku kirim catatan kenangan ini kepada Tuhan,

Kan ku jadikan sebuah proposal untuk Tuhan

Bahwa kami
Menginginkannya

Untuk tetap disini..

Dan kisah kami dan dia akan ku akhiri menutup buku kisah kami yang dramatis ini...

Dan Tuhan cukup tahu bahwa kami sangat mencintai..

Dia..

Yang sering kami sebut sebagai...

Sahabat...

Dan inilah kisah kami..

Aku, Rio dan Dia.. Reno..
kisah biasa, bukan?
mungkin itu menurutmu !

tidak menurutku..
ini adalah kisah luar biasa !
kehilangan yang membuatku sadar siapa dan apa itu yang disebut...

Sahabat !

    _Yasmine Diandra_


                 The End




Teman mana yang sangat berteman seperti sahabat?

dan sahabat mana yang bersahabat tak lebih dari teman?

bedakanlah tentang sahabat dan teman..

Sahabat baik dan Teman Sejati..

adakah dia disaat kamu senang?
adakah dia disaat kamu duka?

jika iya..

maka Dialah Sahabat Sejatimu..

jika tidak..,

maka saat itulah kamu tahu dia hanya teman atau Sahabatmu !

By: Jelita Triana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar